Namun sayangnya nama KRI Usman-Harun mendapat protes dari pemerintah Singapura. Terkait hal ini Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Djoko Suyanto, mengatakan rencana penamaan kapal perang Indonesia (KRI) menggunakan nama dua pahlawan nasional, Harun Said dan Osman Haji Mohammed Ali, merupakan kewenangan dari Pemerintah RI.
Menurutnya, Pemerintah, memiliki tatanan, aturan, prosedur dan kriteria untuk menentukan seseorang memperoleh kehormatan sebagai pahlawan. "Hal tersebut, tidak boleh diintervensi oleh negara lain," ujarnya, Kamis
Hal senada disampaikan Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana. Hikmahanto Juwana menilai aneh dan tidak sepantasnya Singapura mempermasalahkan nama Kapal Republik Indonesia (KRI) TNI-AL menggunakan sosok pahlawan nasional Usman dan Harun.
"Tidak sepantasnya Singapura sebagai negara mempermasalahkan urusan dalam negeri Indonesia," ujarnya di Jakarta, Kamis.
Pemerintah Singapura menyampaikan keberatan kepada Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa. Hal ini di karena Sersan Dua Anumerta Usman Janatin dan Kopral Dua Anumerta Harun Thohir sebagai prajurit Korps Komando Operasi (KKO) Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI-AL) yang yang sejak 1975 menjadi Korps Marinir pernah meledakkan satu gedung di Singapura pada 10 Maret 1965.
Saat itu Usman dan Harun menjalani tugas dalam Operasi Dwikora saat konfrontasi RI dengan Malaysia, sebelum Singapura memisahkan diri. Keduanya tertangkap dan dihukum gantung hingga tewas oleh Pemerintah Singapura pada Oktober 1968.
Pemerintah RI menganugerahi Usman dan Harun penghargaan Bintang Sakti sekaligus menjadi Pahlawan Nasional, serta dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta.(*/viva/antara)
gak tahu politik, nyimak mas :D
BalasHapus