Desa Sade, Budaya Suku Sasak yang Jauh dari Modernisasi

Desa Sade, Budaya Suku Sasak yang Jauh dari Modernisasi

Desa Sade, Budaya Suku Sasak yang Jauh dari Modernisasi

Desa Sade tetap dipertahankan sebagai desa asli suku Sasak untuk kepentingan pariwisata. Oleh pemerintah setempat, Desa Sade dijadikan sebagai objek wisata bagi para wisatawan, baik domestik maupun internasional karena banyak desa asli suku Sasak yang sudah punah atau berubah bentuk mengikuti perkembangan zaman. Hanya Desa Sade yang masih bertahan dan tetap dipertahankan keasliannya.

Upaya mempertahankan keaslian desa Sasak Sade tersebut didukung pula sepenuhnya oleh masyarakat setempat. Ini terlihat dari pola dan gaya hidup mereka yang masih bersahaja dan tradisional, tanpa adanya pengaruh unsur-unsur modernisasi yang berarti. Bahasa yang mereka gunakan sehari-hari pun masih bahasa Sasak asli. Demikian pula dengan rumah mereka yang masih asli khas Sasak, selain beratap ijuk, lantai dasar rumah mereka juga terbuat dari tanah liat yang sudah mengeras seperti batu. Pintu masuk rumah pun tak melebihi tinggi orang dewasa. Hal ini dimaksudkan agar setiap tamu yang datang ke rumah mereka akan segera menunduk ketika melewati pintu masuk tersebut. Ini merupakan simbol untuk menghormati si tuan rumah atau pemilik rumah.

Desa Sade, Budaya Suku Sasak yang Jauh dari Modernisasi
Tenunan khas Desa Sade, Sasak
Suku Sasak

Nama suku sasak berasal dari kata sak-sak (dalam bahasa sasak) yang berarti sampan. Hal ini karena nenek moyang orang Lombok dahulu menggunakan sampan untuk mengitari Pulau Lombok dari arah barat menuju ke arah timur atau sekarang dikenal dengan Pelabuhan Lombok menggunakan sampan.

Sumber lain yang menyebutkan makna kata sasak dari aspek filosofisnya adalah kitab Negara kertagama yang merupakan kitab yang memuat catatan kekuasaan Kerajaan Majapahit yang digubah oleh Mpu Prapanca. Dalam kitab ini disebutkan bahwa kata sasak berasal dari tradisi lisan masyarakat setempat yaitu lombok sasak mirah adi. Dalam tradisi lisan masyarakat setempat kata sasak berasal dari kata sa-saq yang berarti satu atau kenyataan dan lombok berasal dari kata lomboq (bahasa kawi) yang berarti lurus atau jujur sedangkan  mirah berarti permata dan adi artinya baik atau yang baik. Maka lombok mirah sasak adi  berarti kejujuran adalah permata kenyataan yang baik atau utama.

Suku Sasak dikenal sebagai etnis terbesar yang mendiami Pulau Lombok. Seperti juga kelompok etnik lain di Indonesia, suku Sasak berasal dari keturunan Austronesia yang bermigrasi dari daratan Asia sekitar 5.000 tahun SM dan tinggal di daerah-daerah di Asia Tenggara sampai ke Kepulauan Pasifik Selatan. Suku ini adalah etnis asli yang telah mendiami Pulau Lombok selama berabad-abad.

Ada juga yang berpendapat bahwa masyarakat Suku Sasak berasal dari campuran penduduk asli Lombok dengan pendatang dari Jawa tengah yang dikenal dengan julukan Mataram. Konon, pada masa pemerintahan Raja Rakai Pikatan di akhir abad ke 16 hingga abad ke 17 awal, banyak pendatang dari Jawa Tengah ke Pulau Lombok kemudian banyak juga diantaranya yang melakukan pernikahan dengan warga setempat sehingga menjadi masyarakat suku sasak.

Alkulturasi Kebudayaan

Pendatang dari Jawa Tengah tersebut menyebarkan pengaruh Islam. Salah satunya adalah dakwah yang dilakukan oleh Sunan Giri pada masa itu. Setelah masuknya dakwah Islam pada masa ini, agama Suku Sasak berubah dari agama Hindu menjadi agama Islam. Dan pada abad ke 18 Lombok diserang dan ditaklukan oleh pasuakan gabungan kerajaan karang asem dari bali. Akibat dari pendudukan kerajaan karangasem dari Bali yang menguasai lombok bagian barat memunculkan kultur atau corak budaya khas Bali di Lombok.

Suku Sasak juga dikenal dengan keyakinan Wektu Telu yaitu kepercayaan Islam yang memiliki unsur-unsur Hindu, Buddha, dan kepercayaan tradisional kuno lainnya. Walaupun suku Sasak memeluk keyakinan Wektu Telu tetapi mereka tetap melaksanakan salat wajib lima waktu. Ada juga minoritas kecil memeluk keyakinan yang disebut Bodha yaitu kepercayaan animisme dan Buddhisme. Dua kelompok agama ini hidup harmonis bermasyarakat.

Berdasarkan runutan sejarah tersebut Suku Sasak bisa saja diidentifikasi merupakan akulturasi dari beberapa kebudayaan yaitu pengaruh Islam, Hindu, Budaya Jawa dan Bali. Walaupun begitu kebudayaan Suku Sasak memiliki corak kebudayaan asli yang mapan dan berbeda dari budaya suku-suku lain.

Desa Sade, Budaya Suku Sasak yang Jauh dari Modernisasi
Rumah Adat Suku Sasak
Rumah Adat Suku Sasak

Rumah di Sade dibangun berbaris dimana yang paling menonjol dan khas Lombok adalah lumbung padi yang didirikan di atas empat tumpukan kayu dengan atap berbentuk topi terbuat dari alang-alang atau rumput gajah. Padi dimasukkan melalui jendela terbuka. Beruga atau ruang upacara berdiri di atas enam pilar dan atapnya juga terbuat dari  rumput gajah, memberikan suasana sejuk ketika cuaca terik dan hangat pada malam hari yang dingin. Rumah adatnya dibagi menjadi 3 bagian, yaitu dapur, kamar tidur dan ruang tamu.

Yang paling unik dari rumah khas Sasak tersebut adalah cara mereka membersihkan lantai rumah mereka. Kalau orang-orang di perkotaan atau modern selalu menggunakan zat pembersih lantai, namun tak demikian dengan rumah Sasak. Untuk mengepel lantai rumah, mereka menggunakan kotoran kerbau yang disebar ke seluruh lantai. Penggunaan kotoran kerbau ini sebenarnya ada maksudnya. Konon katanya, kotoran kerbau itu mengandung zat yang mampu mengusir nyamuk dan memberikan efek hangat di dalam ruangan rumah, terutama ketika di malam hari atau suhu udara dingin. Anehnya, ketika sudah mengering, kotoran kerbau tersebut tak meninggalkan bau di dalam ruangan rumah mereka.

Desa Sade, Budaya Suku Sasak yang Jauh dari Modernisasi
Peresehan
Seni dan Budaya Suku Sasak

Tari dan drama di Lombok terkait dengan identitas budaya. Meskipun budaya Sasak dipengaruhi Bali dan Jawa tetapi perpaduan budaya di Lombok merupakan hal yang unik dan berbeda. Menarik untuk Anda amati.

Tarian selama upacara salah satunya adalah kedang belek dimana yang paling populer. Dimainkan dua musisi menggunakan drum besar saat berhadapan serta batek baris yang menampilkan prosesi militer yang biasanya diadakan di kota Lingsar. Tarian ini mengenakan kostum tentara Hindia Belanda dengan senapan kayu.

Di daerah Islam, gamelan rebana menggunakan drum yang dikembangkan dari gamelan perunggu namun masih mempertahankan instrumen asli gamelan perunggu. Instrumen gamelan bagaimanapun masih digunakan secara luas di seluruh pulau ini.

Di Bayan, setahun sekali ada perayaan masjid jerami kuno yang disebut Bayan Beleq. Acara lain yang layak ditonton adalah Peresehan, tradisi setempat berupa perkelahian antara dua pria menggunakan tongkat rotan panjang dan perisai persegi kecil yang terbuat dari kulit sapi. Dahulu kegiatan ini merupakan peperangan sungguhan namun saat ini hanya dilakukan untuk menghibur wisatawan.

Related News

Post Comment

Tidak ada komentar:

Leave a Reply