Desa Gedong, Desa Pecinaan Kuno Tanpa Listrik

Desa Gedong, Desa Pecinaan Kuno Tanpa Listrik

Desa Gedong, Desa Pecinaan Kuno Tanpa Listrik

Desa Gedong merupakan desa sederhana yang jauh dari pengaruh perkembangan dunia modern. Jika Anda bosan dengan hiruk pikuk dan bising suasana kota, desa Gedong bisa menjadi pilihan Anda untuk berwisata sekaligus menenangkan diri.

Desa kuno ini tepatnya berada di Kelurahan Kuto Panji, Kecamatan Belinyu, Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Desa Gedong adalah perkampungan pecinaan tertua di Bangka yang telah ada sejak abad ke-18. Kabarnya, penduduk penghuni desa ini adalah keturunan dari China daratan (Tionghoa Hakka) yang didatangkan ke Bangka oleh kolonial Belanda untuk dipekerjakan sebagai penambang timah. Provinsi Guangdong disebut-sebut sebagai daerah asal mereka sebab konon warga Guangdong memang terkenal sebagai penambang handal.

Berjarak sekira dua jam perjalanan darat dari Kota Pangkalpinang, ibu kota Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Desa Gedong adalah sebuah desa yang belum terjamah listrik. Penduduk menggunakan genset untuk memasok kebutuhan listrik mereka. Hal ini dapat dikatakan ironis mengingat Belinyu adalah kawasan pembangkit listrik terbesar di Asia Tenggara pada zaman kolonial. Di awal abad ke-18, Belanda membangun PLTU Mantang di Belinyu untuk memenuhi kebutuhan listrik dalam praktek penambangan timah. Meski begitu, kondisi minimnya listrik seolah menambah keunikan kampung pecinan yang antik ini.

Selain itu kesan desa yang antik dan tua terekam jelas pada bangunan-bangunan rumah bergaya arsitektur China yang nyata terlihat saat Anda melangkahkan kaki ke Desa Gedong. Sebelumnya, sebuah tugu sederhana terbuat dari rangka besi akan menyambut wisatawan sebelum menginjakkan kaki di dalam desa. Rumah-rumah antik yang masih dihuni dan kokoh berdiri tersebut sebagian besar terbuat dari kayu, beratapkan genting.


Ornamen Tionghoa, kaligrafi Han Zi, tempat pemujaan di depan rumah, serta 3 klenteng pelindung desa juga menjadi ciri khas desa tua nan cantik ini. Beberapa rumah dihiasi ornamen khusus khas Tionghoa. Begitu pula dengan bangunan klenteng yang penuh dengan hiasan Tionghoa dan berwarna mencolok, merah.

Desa sederhana yang dinobatkan sebagai desa wisata tahun 2000 ini dihuni sekira 50 kepala keluarga atau 300 jiwa. Menempati lahan seluas 2,5 ha, memang suasana di desa ini terkesan sepi, tenang, dan bahkan mungkin mengingatkan pada suasana film-film lama berlatarkan desa pecinan.

Beberapa rumah bahkan nyaris belum mengalami perubahan berarti akibat renovasi. Bahkan konstruksi beberapa rumah masih menggunakan pasak dan bukannya paku. Ada sekira tujuh rumah yang masih mempertahankan keasliannya sejak pertama kali dibangun. Diperkirakan usianya sudah lebih dari 100 tahun.

Selain menikmati bangunan-bangunan tua, mengamati kehidupan masyarakatnya juga tentu menjadi kegiatan yang menarik. Penduduk Desa Gedong masih memegang teguh adat istiadat keturunan Tionghoa. Sehari-hari, sebagian besar warga masih menggunakan bahasa China untuk bercakap-cakap sehingga tak banyak yang bisa berbahasa Bangka, apalagi bahasa Indonesia dengan fasih. Sejak runtuhnya masa kejayaan timah di Bangka, para penduduk Desa Gedong banyak yang beralih profesi menjadi petani, nelayan, pedagang, atau pengusaha kerupuk kemplang.

Selepas masa kejayaan timah di bumi Bangka, para penduduk Desa Gedong banyak yang berusaha kerupuk kemplang, oleh-oleh khas Bangka. Kemplang yang diproduksi di desa ini terkenal sebagai salah satu yang paling enak. Anda bisa melihat deretan adonan kemplang yang di jemur di halaman rumah penduduk yang berprofesi sebagai penjual kemplang. (rsn-onvsoff)

Related News

Post Comment

Tidak ada komentar:

Leave a Reply