Dieksekusi Mati, Alasan Singapura Tak Bisa Maafkan Usman dan Harun
Protes Singapura terhadap penamaan KRI Usman Harun oleh Angkatan Laut Indonesia didasari atas keterlibatan dua Marinir Indonesia yang melakukan pengeboman di Singapura pada 1965 lalu. Kedua WNI itu pun dieksekusi mati.
Pihak Singapura memiliki alasan mengapa Usman Haji Mohamad Ali dan Harun Said dieksekusi mati setelah dinyatakan bersalah dalam pengeboman yang terjadi di MacDonald House pada 1965.
"Tidak diampuninya Usman dan Harun pada dasarnya menjadi momen menentukan dalam kebijakan luar negeri Singapura. Jika kami setuju untuk membebaskan keduanya, maka akan membentuk preseden atas hubungan Singapura dengan negara besar lain," ujar Menteri Luar Negeri Singapura K Shanmugam, seperti dikutip Channel News Asia, Kamis (13/2/2014).
"Apa preseden itu? (penolakan dibebaskannya Usman dan Harun) itu akan menunjukkan kita tidak akan menurut atas apa yang diminta oleh negara besar. Bahkan hal tersebut sangat menyakitkan. Seperti sudah jelas, bahwa negara yang berkaitan dengan kita adalah negara yang lebih besar. Pemerintah akhirnya memutuskah hal tersebut tidak baik dan kedua orang itu akhirnya digantung," jelasnya.
Shanmugam menambahkan, kondisi Singapura pada 1965 sangat sulit karena pasukan Inggris akan ditarik dalam waktu dua tahun.
Menurut Shanmugam, pada 1968, Singapura hampir tidak memiliki kemampuan pertahanan. Tetapi saat itu mantan Perdana Menteri Lee Kuan Yew tetap tidak memaafkan Usman dan Harun yang pada akhirnya dihukum gantung.
Akibat dari hukuman gantung itu, Kedubes Singapura di Jakarta menjadi objek serangan dari warga yang tidak menerima keputusan hukuman tersebut. Tetapi pada akhirnya, hubungan kedua negara meningkat dan Lee Kuan Yew pun meletakkan karangan bunga di makam Usman dan Harun yang merupakan pahlawan Indonesia.
"Anda lihat sekarang, hubungan kedua negara sangat baik dan saling menguntungkan. Indonesia dan Singapura harus hidup berdampingan, dan Indonesia telah memberikan Singapura stabilitas yang memungkinkan seluruh wilayah (Asia Tenggara) tetap makmur," tutup Shanmugam. (*okz)
Post Comment
Tidak ada komentar: