Sebut PSK Pahlawan Keluarga, Bupati Kendal Diprotes


Sebut PSK Pahlawan Keluarga, Bupati Kendal Diprotes

ON VS OFF - Bupati Kendal Widya Kandi Susanti mengatakan, para pekerja seks komersial (PSK) berhak mendapat perlakuan sama dengan warga negara Indonesia yang lain, termasuk dalam hal mendapatkan pelayanan kesehatan dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

“PSK juga WNI dan manusia. Mereka harus diperlakukan sama,” kata Widya Kandi, Jumat (24/1/2014).

“Kalau tidak ada laki-laki yang datang ke lokalisasi pelacuran, pasti dengan sendirinya para PSK itu akan pindah profesi. Untuk itulah, saya mengajak kepada warga saya supaya berperilaku hidup bersih dan sehat,” jelasnya.

Seperti yang telah diinformasikan sebelumnya. Bupati Kendal Widya Kandi Susanti mengatakan bahwa PSK adalah pahlawan keluarga karena mereka berprofesi seperti itu untuk menghidupi keluarganya.

Pernyataan Bupati kendal ini munai protes, Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) mengkritik Bupati Kendal Widya Kandi Susanti yang menyebut pekerja seks komersial (PSK) sebagai pahlawan keluarga. Menurut Muslimah HTI, sebutan pahlawan keluarga bagi PSK karena mereka bekerja untuk menghidupi keluarga bisa disalahartikan.

Juru Bicara Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia Iffah Ainur Rochmah dalam rilisnya kepada Republika mengatakan, pernyataan Bupati Widya menunjukkan cara berpikirnya yang pragmatis, kompromistis, dan sekuler.

"Sebagai pengambil kebijakan, selayaknya menyampaikan pernyataan dan membuat kebijakan yang bisa memberikan solusi. Tidak hanya kompromistis dan mencari yang paling ringan risikonya," ujar Iffah, Senin (27/1).

Ia mengingatkan, sebagai seorang Muslimah semestinya tidak menoleransi hal yang dilarang agama. Bila merujuk pada aturan agama, dalam hal ini Islam, justru Bupati Widya akan mendapati komprehensifnya Islam mengatasi persoalan ini.

Iffah menjelaskan, Islam menetapkan lima jalur yang harus ditempuh untuk mengatasi maraknya prostitusi. Pertama, penegakan hukum dengan sanksi tegas kepada semua pelaku prostitusi. Tidak hanya mucikari atau germonya, tapi juga PSK dan pemakai jasanya yang merupakan subjek dalam lingkaran prostitusi.

Kedua, penyediaan lapangan kerja karena faktor kemiskinan sering kali menjadi alasan utama PSK terjun ke lembah prostitusi. Ketiga, pendidikan atau edukasi yang sejalan. Sebab, pendidikan bermutu dan terjangkau bagi masyarakat memberikan bekal kepandaian dan keahlian sehingga mereka mampu bekerja dan berkarya dengan cara yang baik dan halal.

Keempat, sosial, yakni pembinaan membentuk keluarga yang harmonis merupakan penyelesaian jalur sosial yang juga harus menjadi perhatian pemerintah. Dan, terakhir yang paling penting ialah kemauan politik. Karena, menurut Iffah, penyelesaian prostitusi membutuhkan diterapkannya kebijakan yang didasari syariat Islam. "Dibutuhkan political will di tingkat negara untuk menutup tuntas pintu-pintu prostitusi."

Kekhawatiran Muslimah HTI terhadap prostitusi ini diawali pernyataan Bupati Kendal, Jawa Tengah, Widya Kandi Susanti, pada Kamis (23/1) lalu. Bupati Kendal yang mengatakan, PSK sebagai pahlawan keluarga ini memicu perdebatan luas. Menurut Widya, dia menyebut PSK sebagai pahlawan keluarga karena mereka umumnya bekerja untuk menghidupi keluarga. "Dalam kondisi itu, tidak manusiawi jika tempat pelacuran ditutup," ujarnya.

Selain tidak manusiawi, ia beralasan, dengan ditutupnya lokalisasi, akan menimbulkan persoalan baru, yaitu menambah kemiskinan dan merebaknya penyakit kelamin. Kemungkinan para PSK itu akan mangkal di jalan-jalan bila lokalisasi ditutup( */kmps/rpbk)

Related News

1 komentar: