ON VS OFF, Jakarta: Salah satu hal yang menjadi pembahasan Gubernur Papua Lukas Enembe saat menyambangi Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso adalah kontak senjata yang sering terjadi dan semakin meningkat di Papua.
Kontak senjata yang melibatakan aparat dan kelompak bersenjata di Papua ini menurut Lukas terjadi karena ulah dari aparat sendiri. Mereka datang ke Papua dan menjual amunisi ke masyarakat lokal. "Kapolri dan Panglima tertibkan itu amunisi, karena amunsinya dijual oleh anggota kita sendiri," tegas Lukas saat ditemui di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (6/2/2014).
Dia pun curiga terhadap persediaan peluru kelompok bersenjata yang tidak pernah habis saat baku tembak dengan aparat. Lukas juga membantah bila ada pembelian senjata ilegal di Papua, karena keamanan di sana sangat ketat. "Sulit membawa senjata atau amunisi ilegal dari luar Papua kecuali membeli dari aparat yang bertugas," katanya.
Sementara anggota Komisi I DPR Yorrys Raweyai mengatakan, kejanggalan juga terjadi saat para aparat yang datang dari luar Papua membawa penuh amunisi. Tapi, setelah pulang amunisi dinyatakan habis.
Politikus Partai Golkar ini yakin kelompok bersenjata di Papua mendapat amunisi justru dari aparat keamanan sendiri. "Dari mana amunisi bisa masuk ke sana? Ada indikasi pasukan di-BKO-kan datang bawa peluru, pulang tak bawah apa-apa. Jadi ada istilah, datang bawa M16 pulang bawa Rp16 M," kata Yorrys.
Menurut dia, amunisi dijual oleh para aparat keamanan dengan harga Rp1.500 per butir. Dia juga yakin hal ini terjadi karena selongsong yang ditemukan dalam penyisiran tempat kontak senjata itu berasal dari PT Pindad kerap digunakan aparat keamanan.
"Amunisi terbatas, kenapa kontak senjata dari tahun ke tahun amunisi tidak pernah habis temuan selongsong buatan Pindad, dari mana itu barang?" tandasnya (*/okz )
Post Comment
Tidak ada komentar: