15 April 2014, Bukan Gerhana Bulan Biasa?
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan gerhana bulan total akan terjadi pada 15 April 2014. Wilayah Indonesia hanya dapat mengamati bagian akhir dari proses gerhana bulan tersebut.
"Gerhana ini dapat diamati dari wilayah Indonesia kecuali Jawa bagian barat, Kalimantan bagian barat dan Sumatera," kata Kepala BMKG, Andi Eka Sakya, di Jakarta, Jumat (11/4).
Pada gerhana bulan total, bulan akan tepat berada pada daerah umbra yaitu bayangan inti yang berada di bagian tengah sangat gelap pada saat terjadi gerhana bulan. Lebih lanjut, dia mengatakan gerhana bulan total tersebut juga dapat diamati dari Afrika bagian barat, Eropa bagian barat dan Samudera Atlantik saat bulan sedang terbenam.
Seluruh proses gerhana akan dapat diamati dari Amerika Selatan bagian barat dan Amerika Utara serta Samudera Pasifik bagian timur. Proses gerhana saat bulan terbit dapat diamati di Samudera Pasifik bagian barat, Australia dan Asia bagian timur. Namun, keseluruhan proses gerhana tidak dapat diamati dari daerah Asia, Afrika bagian timur dan Eropa bagian timur.
Pada 2014 diprediksi akan terjadi empat kali gerhana yaitu gerhana bulan total pada 15 April, gerhana matahari cincin pada 29 April, gerhana bulan total pada 8 Oktober dan gerhana matahari sebagian pada 23 Oktober 2014.
Blood Moon, Pertanda Buruk?
Banyak kabar tersiar bahwa gerhana bulan kali ini akan berbeda dari gerhana bulan biasanya. Sebelum tengah malam, satelit Bumi itu akan berwarna kemerahan. Seperti darah (blood moon). Sejumlah orang meyakini blood moon itu adalah sebuah pertanda, baik kiamat atau akan datangnya bencana.
Seperti takhayul yang dimuat dalam buku, "Four Blood Moons: Something Is About to Change" (Worthy Publishing, 2013) karya John Hagee, yang menunjukkan hubungan antara 4 gerhana bulan total dengan nurbuat soal kiamat.
Menurut ilmuwan, ketika mekanisme di balik gerhana yang kurang dipahami dengan baik, mereka dianggap pertanda kabar buruk, seperti halnya komet. Seperti Komet Elenin yang pernah dianggap planet liar Nibiru, yang akan menabrak dan mengguncang Bumi. Kini Elenin telah mati.
"Sekarang orang tahu bahwa gerhanan seperti itu hanya kejadian normal, pada siklus tata surya, hal-hal yang telah terjadi secara teratur selama ribuan tahun dan yang akan terjadi selama ribuan tahun ke depan," demikian ujar Geoff Gaherty dari Starry Night Education, seperti Liputan6.com kutip dari situs sains SPACE.com, Kamis (10/4/2014).
Dia menambahkan, kaitan antara 'prediksi bencana' dan kejadian astronomi hanya karangan dari pikiran manusia. "Satu-satunya hal yang terjadi selama gerhana bulan adalah bahwa Bulan menghabiskan beberapa jam melewati bayangan Bumi, hampir tidak ada sesuatu yang harus dikhawatirkan."
"Sebagai pengamat langit yang antusias, saya sedih mengetahui banyak hal-hal indah di langit seperti gerhana bulan, dianggap sebagai pertanda bencana," tambah Geoff Gaherty.
Bulan Yang Memerah, Biasa Terjadi Saat Gerhana
Ketika gerhana bulan total terjadi, pada saat Bulan sepenuhnya memasuki bayangan Bumi tentunya kita mengharapkan Bulan akan menghilang dan tak lagi terlihat. Nyatanya tidak demikian. Bayangan Bulan masih bisa dilihat dan tampak merah. Mengapa demikian? Saat terjadi gerhana Bulan, Bumi akan menghalangi datangnya cahaya Matahari ke Bulan sehingga Bulan tidak akan menerima cahaya untuk kemudian dipantulkan ke Bumi. Jika kita para pengamat bisa melihat Bumi dari dalam bayangannya maka kita akan melihat atmosfer di terpi seluruh planet Bumi berpendar merah. Hmm.. sebenarnya inilah yang dilihat para astronom yang berada di ruang angkasa ketika terjadi gerhana bulan Total. Sebuah cincin merah yang mengelilingi Bumi.
Saat Bulan berada dalam bayangan umbra Bumi, cahaya Matahari secara tidak langsung masih bisa lolos dan mencapai Bulan. Tapi, cahaya Matahari ini harus terlebih dahulu melewati atmosfer Bumi yang menyaring / menyebarkan hampir semua cahaya biru/hijaunya. Sehingga hanya cahaya merah yang bisa lolos melewati atmosfer. Cahaya merah atau oranye yang lolos ini jauh lebih redup dari cahaya matahari yang putih. Meskipun lolos, atmosfer Bumi juga membiaskan atau membelokkan sebagian cahaya tersebut sehingga hanya sebagian kecil yang mencapai Bulan dan menyinari Bulan yang sedang berada dalam bayangan Bumi.
Seandainya, Bumi tidak punya atmosfer maka tidak akan ada cahaya yang dibiaskan dan dibelokkan sehingga Bulan akan tampak total gelap dan hitam selama terjadinya gerhana. Tapi karena ada atmosfer, saat gerhana bulan total nanti Bulan akan tampak berwana coklat gelap dan merah ataupun oranye terang dan kuning bergantung pada banyaknya debu dan awan yang ada di atmosfer Bumi. Gerhana Bulan juga bisa menjadi sangat gelap setelah terjadinya letusan gunung berapi karena biasanya saat terjadi letusan dilepaskan abu vulkanis dalam jumlah besar ke angkasa. (rsn-onvsoff)
Post Comment
Tidak ada komentar: