Ruri, Tukang Sapu Museum Melayarkan Kapalnya Hingga ke Amsterdam

Ruri, Tukang Sapu Museum Melayarkan Kapalnya Hingga ke Amsterdam


Ruri, Tukang Sapu Museum Melayarkan Kapalnya Hingga ke Amsterdam

Modernitas terkadang mencoba berpikir bagaimana meninggalkan hal yang telah berlalu. Alasan modernitas jua yang mendorong orang enggan sekedar menengok ke masa lalu.

Ketika zaman modern datang, ketika itu pula Ruri (41) merasa terpanggil untuk merawat Museum Bahari yang mulai ditinggalkan peminat. Sepuluh tahun mungkin bukan waktu lama jika dibanding kejayaan rempah Nusantara, tapi tak semua insan mungkin berminat memelihara museum untuk generasi esok.

“Pokoknya wong cilik atau orang kecil seperti saya ini tidak boleh malas. Apapun yang dilakukan itu bisa menjadi inspirasi dan menjadi rezeki,” tutur Ruri di Museum Bahari, Jl. Pasar Ikan, Jakarta Utara, Rabu (19/3/2014).

Di tangan Ruri kemudian sapu kecil untuk membersihkan koleksi museum berganti dengan sebuah gergaji kecil. Sebuah kesan yang jauh berbeda dengan tukang sapu museum.

Menyelusuri sudut-sudut museum sambil melihat barangkali masih ada yang kotor berdebu, Ruri membawa-bawa gergaji kecil. Sebuah gestur keyakinan bahwa tak ada lagi debu yang tertinggal sehingga sapu yang seharusnya dibawa pun ditinggalkan dia.

“Kalau pekerjaan bersihkan koleksi sudah selesai, saya biasanya iseng-iseng membuat miniatur kapal laut. Saya mencontoh bentuk kapal dari benda-benda koleksi museum ini. Makanya tadi saya bilang selalu ada inspirasi,” kata Ruri ketika sampai dia di bawah pohon nan rindang memayungi Ruri di sudut taman museum.

Sebuah pinisi mini dipangku Ruri dalam keadaan yang separuh jadi. Bentuk lekuk badan kapal yang menyerupai asli itu menegaskan ketelitian Ruri dalam bekerja. Siapa sangka seorang juru sapu museum dapat membuat karya estetik seperti itu.

“Pertama kali saya buat ini sekitar lima tahun lalu. Saya memperhatikan bentuk koleksi museum lalu coba-coba buat versi kecilnya. Ternyata ada juga yang minat walaupun jarang-jarang ada yang beli,” ucap Ruri.

Siapa pula menyangka kapal buatan Ruri telah berlayar hingga negeri kincir, Belanda. Entah bagaimana cara kapal itu mampu berlabuh di Amsterdam sana itu.

“Kalau orang luar negeri biasanya kalau liburan suka menyempatkan ke museum. Waktu itu ada turis yang melihat kapal buatan saya yang kebetulan saya pajang di ticket box. Lalu saya diminta buat kapal tongkang tradisional sebanyak tiga buah. Waktu itu tanpa pikir panjang langsung saya iyakan saja. Padahal belum kepikir mau gimana bikinnya waktu itu,” ujar Ruri menceritakan.

Sunyi taman museum kemudian membuat suara gesekan gergaji Ruri terdengar seperti alunan musik. Angin sepoi-sepoi yang membuat siapapun merasa tenang ketimbang asap kendaraan di tengah macet yang membuat penat.

Tak terbayang apa yang terjadi jika Ruri saat itu malas menerima tantangan si turis asing itu. Tak disangka pula jika ternyata jalan akan terbuka ketika seseorang tekun memperhatikan yang detil.

“Waktu itu saya dibayar Rp 1.200.000 untuk setiap kapal yang saya buat. Senang sekali waktu itu apalagi itu pas tengah bulan, kalau nunggu gajian masih lama,” imbuh Ruri. (dtk)

Related News

Post Comment

Tidak ada komentar:

Leave a Reply