Selfie Bukan Gejala Penyakit Kejiwaan
Foto selfie belakangan ini semakin marak dilakukan banyak orang dari berbagai kalangan. Tren selfie seolah menjadi agenda wajib untuk mengabadikan momen apapun yang terjadi, baik itu momen bahagia, lucu, hingga momen bermacet-macetan di Jakarta pun diabadikan.
Belakangan ada anggapan selfie berpotensi mengarah pada gejala sakit jiwa. Sebab, setiap ada kesempatan dan peluang selalu dilakukan dengan sigap dan cepat untuk unjuk diri tampil senarsis-narsisnya berfoto selfie. Bahkan yang terbaru di Weibo, Facebook versi Cina, tengah marak pose selfie untuk mengetahui apakah wajah kamu termasuk cantik atau tidak.
Menurut psikolog Rima Olivia, tak bisa dipungkiri selfie memang sedang tren atau naik daun. "Semua orang melakukan selfie, tak pandang jenis kelamin, usia, dan status. Mulai Obama, Ibu Ani SBY, dan siapa pun semua melakukan selfie," kata Rima.
Psikolog berjilbab itu menuturkan, "Sebenarnya selfie bukan gejala sakit jiwa dan bisa melanda siapa saja. Yang membahayakan dan bikin enek ketika di area publik semua orang melakukan selfie kelewat batas. Macet, ngantri, lakukan selfie yang membuat stuck dan merasa jadi paling bahagia dengan melakukan jepret sana jepret sini," kata Rima.
Pemilik Ahmada Consulting ini mengatakan sekarang banyak orang yang latah dan ikut-ikutan melakukan selfie dengan menggunakan kecanggihan kamera pada gadget-nya atau melakukan trik foto jadi lebih bagus.
"Yang gemuk bisa terlihat kurus, yang kurang cantik jadi berasa cantik, yang kurus mau dibikin kurus lagi, lalu wajah mau dibikin cantik lagi, dibikin putih. Nah, yang begini harus diwaspadai karena semua tubuh dalam selfie seolah ingin diubah. Body image-nya lama-kelamaan tak lagi natural sehingga berasa bukan lagi kondisi diri yang sesungguhnya, seolah lari dari kenyataan," ujar Rima.
Rima menilai kondisi ini jadi berjarak dengan yang sesungguhnya, tak lagi menerima kenyataan body image yang asli. "Kalau selfie setiap saat dan maunya tampil perfect atau sempurna, saya rasa tubuh kita nantinya akan berasa tak nyaman. Ini yang perlu diwaspadai. Jangan sampai kebablasan, tak lagi bisa mengenal diri dalam arti yang riil, bukan selfie semata," katanya.
Belum lagi banyak orang yang sudah melakukan selfie mengamati dan melihat foto-fotonya lalu membandingkan ini-itu pada saat selfie berikutnya. "Nah, coba apa yang begini enggak capek. Terus selfie, melakukan kamuflase dan artifisial, lalu lihat hasilnya, membandingkan ini-itu. Coba apa yang begini tak bikin enek dan mau muntah," katanya. (tempo/rsn-onvsoff)

Post Comment
Tidak ada komentar: