LEWOTANAH: Surga Positivisme-Surga Empirisme Bangsa Lamaholot, Simbol Kepulauan Matahari Purba

LEWOTANAH: Surga Positivisme-Surga Empirisme Bangsa Lamaholot, Simbol Kepulauan Matahari Purba

Menyebut  LEWOTANAH di dalamnya mencakup RERAWULAN-TANAHEKAN.  Karena makna  kata  itu seutuhnya mencakup tata susunan alam semesta (kosmos) yang berdimensi vertikal dengan horisontal. Pengaturan kosmos, alam semesta dengan segala isinya, terlambangkan dalam ungkapan RERAWULAN (matahari bulan) yang  vertikal menyangkut SURGA POSITIVIS, di langit, tempat yang tinggi, sulit untuk terjangkau (abstrak). Sedangkan ungkapan TANAHEKAN (bumi dengan segala isinya) yang  horisontal tentang SURGA EMPIRIS, tempat berpijak, nyata (konkrit).

Karena itu  bagi Ata Lamaholot menyebut kata LEWOTANAH  merupakan sesuatu ucapan yang sakral dan berkekuatan  magis-religius. Karena merangkum penataan substansi kehidupan kosmos  yang vertikal tentang RERAWULAN/MATAHARIBULAN (simbol surga positivis) dengan kehidupan kosmos yang horisontal tentang TANAHEKAN /BUMI dan segala isinya (simbol surga empiris).

Di dalam ungkapan LEWOTANAH terkandung keyakinan,  harapan,  kasih  dari ALLAHPET (ALLAH, TUHAN)  yang positivistik (RERAWULAN) maupun yang empirik (TANAHEKAN). Dengan demikian dalam menyebut kata LEWOTANAH , tidak hanya sekedar penyebutan di bibir , atau sekedar olah pikir dan olah hati. Melainkan ungkapan terdalam melukis penghayatan di kedalaman relung Nurani yang  menyatu  sukma dan kalbu, untuk  teramalkan.

Teramalkan dalam tindakan untuk  diri, keluarga, masyarakat,  alam semesta, dan segala makhluk ciptaan, sesuai kehendak Allah. Dalam ungkapan bangsa Lamaholot : “Paken LEWOTANAH,  maken-nen RERAWULAN noon TANAH EKAN!  Tede paken te nuhut lolon hala, tede sewulet-te keru-rat ke-ni-put hala, tede peri te onet amun hala, nahku PENUKET te uhun/net/nem Tuka. Uhun-nem-net Tuka kesedi Rewawulan Gala keloho-keloho, lodo pana gewayan marin koda pulo ata rihbun noon gelekat tutu kirin lema   ata rahtun”!

Stefanus Kopong Keda,SVD yang populer dikenal dengan Tuan Kopong (almarhum) dalam karyanya (inedit)  Sebaran  Liturgi  Bahan-Bahan Daerah Adat Lamaholot 1 dalam judul  “NUBA PENGHUBUNG BUMI DAN SORGA” (1968), sesungguhnya terjebak dalam Surga Positivis yang dikembangkan di Yahudi dan Palestina (Timur Tengah) dan Eropah (Barat). Dari judul karyanya jelas membedakan Bumi dan Surga, walaupun tercermati substansi bahasan mengedepankan LEWOTANAH sebagai  Surga Positivis dan Surga Empiris bangsa Lamaholot.

Nuba sebagai penghubung surga empirik dengan surga positivistik menegaskan identitas Lewotanah sebagai surga positivisme-surga empirisme. Karena menyebut Lewotanah pasti pasangannya Nuba. Terelaborasi secara cermat dalam karya Prof. Arysio Santos, simbolisme religius  menorah, yakni tempat lilin bercabang tujuh orang Yahudi (hal. 197). Replika itu selama ini bagi Ata Lamaholot, khususnya Ata Adonara dalam EKEN MATAN PITO (bambu Aur yang yang bertangkai tujuh) dipotong, kemudian ditanam  di depan NUBA (batu keramat) tempat ritual religius. Eken Matan Pito itu simbol penghubung bumi (TanahEkan) dengan langit (ReraWulan/Matahari-Bulan),sebagai penghubung Manusia dengan Allah/Tuhan.

Lewotanah=Rerawulan=Kosmogram Atalantis=Matahari Bulan=Bulan Bintang=Keyakinan Islam! Lewotanah=Tanahekan=Salib Atalntis=Salib Kristen=Keyakinan Kristen!  Identitas/Keyakinan Ata Lamaholot, eksistensi Iman/Keyakinan Moderen Agama=Salib Kristus (Kristen), Bulan Bintang=simbol keyakinan Islam (Islam). Kultur bangsa Lamaholot di Nusa Tenggara Timur, Timur Terjauh (simbol Kepulauan Matahari/Solor Purba: Nusa Tenggara-Maluku) yang kemudian dimoderenkan di Israel dan Palestina, Timur Tengah.

Matahari, Bulan dan Bintang, serta Salib pada dasarnya bukan dari budaya Kristen Timur Tengah atau Barat, melainkan berakar pada peradaban  masyarakat Atlantis. Tidak luput keyakinan orang Yahudi melalui Symbol Matahari, Bulan,  Bintang yang  dikenal di jaman Yahudi awal sebagai simbol BAIT  SUCI=BAIT ALLAH. Bait Allah  itu terdiri dari 3 bagian ruangan: INTI, TENGAH dan SERAMBI. Ruangan INTI oleh MATAHARI, ruangan TENGAH oleh BULAN, ruangan SERAMBIH oleh BINTANG. Tiga bagian symbol itu mewakili TRINITAS: Matahari (INTI) adalah lambang (kesadaran) ROH, Bulan (TENGAH) adalah lambang  (kesadaran) JIWA dan Bintang (SERAMBI) adalah lambang (kesadaran) TUBUH.

Matahari, Bulan dan Bintang = Matahari=Kosmogram Atlantis=Bulan Bintang Islam! Terenungkan secara mendalam oleh orang Lamaholot (Penuket hipuk !) dan  senantiasa cermat (penuket hukut) dalam keyakinan magis religius Ata Lamaholot: Matahari=Rera=Tubennen=Roh, bersama Bulan=Wulan=mangenen=Jiwa, serta Bintang=Etep=Eon=Kesadaran=Raga/Tubuh!(Trinitas Positivime/RERAWULAN). Sedangkan Ka-kon/Raga=tubuh=badan merupakan wadah untuk trinitas positivisme) = wadah untuk KESADARAN, JIWA, ROH. Dalam Trinitas Empirisme tersitematisasi dalam KAKON=RAGA itu TUBUH, sedangkan UMALANGO=TEMPAT KEDIAMAN= RUMAH itu  JIWA, berikut TANAH EKAN=BUMI dengan segala ISI-nya itu ROH ! (Trinitas Empirisme/TANAHEKAN). .

Paken Lewo Tanah, makenen Rera Wulan noon Tanah Ekan, menyebut Lewotanah, pasti pasangan dengan Rerawulan-Tanahekan!, Koda Rera wulan naen= terang, jalan sabda (ROH/IKE-KEWAAT) milik ALLLAH, sedangkan Kirin tanah ekan na-en=kekuatan, spirit, semangat (JIWA/KUAT-KEMUHA) dari TUHAN.  ROH dan JIWA tersemayamkan dalam KAKON=RAGA, tubuh manusia yang mempunyai KESADARAN/EON. Trinitas Positivisme-Trinitas Empirisme= ReraWulan-Tanah Ekan=LEWOTANAH.

Bandingkan  dengan Padre Yoseph Muda,SVD dalam karya RERAWULAN TANAEKAN, sebuah penelitian tentang Asal Usul  Budaya Ata Lamaholot (inedit), menegaskan menelusuri jejak-jejak koda nubanara, Rerawulan penunjuk arah.  Sebagai contoh, memberikan nama  “Ra” terhadap matahari ditemukan di beberapa suku bangsa asli. Di Mesir “Ra” atau “Re”, di pulau Paskah “Raa”, di dunia Lamaholot “Rera” atau “Lera”….”Buku Para Raja” yang mengisahkan kehidupan raja Singasari Ken Arok: “Pararaton”, Istana di Yogyakarta “Kraton”, agama asli di Timor, Atoni (Dewa Aton Mesir?)…Jika “Yang Tertinggi”  itu disapa dengan “Rera”, nama itupun seharusnya merembes dalam nama-nama suku, nama-nama tempat dan dalam ungkapan-ungkapan lain yang bersifat religius. Dengan demikian dapat ditelusuri nama-nama seperti: Nusantara, Manggarai, Maumere, Larantuka, Lamakera, Adonara, Lamalera, Leworere, Seran dan Goran.

Cermatan secara mendalam dan padat, Penuket hukut: Roh=Tuben-nen=Re-ra=Matahari, bersama Jiwa=Mangen-nen=Wulan=Bulan, dan Kesadaran=E-on, Etep=Bintang (TRINITAS POSITIVISME). Sedangkan, Badan Manusia (raga)=Ka-kon, wadah menampung/nekah-pelih/liwu Kesadaran (juga Jiwa dan Roh), tersimbol dalam Rumah= Uma lango = Jiwa, dan Bumi= Tanah Ekan = Roh, adalah TRINITAS EMPIRISME. Dipadatkan dalam ungkapan keramat dan suci, magis-religius Lamaholot: LEWOTANAH.

Surga Positivisme bagi bangsa Yahudi menempatkan simbol  Matahari dalam kesadaran ROH adalah kesadaran manusia membangun hubungan dengan Sang Khalik. Sedangkan simbol Bulan dalam kesadaran JIWA adalah kesadran manusia membangun hubungan dengan sesama. Berikut simbol Bintang dalam kesadaran TUBUH adalah kesadaran manusia membangun pemahaman  diri pribadi.

Simbol keyakinan bangsa Yahudi dalam trinitas positivisme MATAHARI, BULAN, BINTANG, yang terjelaskan dalam trinitas empirisme BAIT SUCI Yahudi  yakni ruangan: INTI, TENGAH, SERAMBI.  Sumber dasar Keyakinan Yahudi itu jelas dari peradaban atlantis yakni Kosmogram Atlantis dan Salib Atlantis. Bukan tidak mungkin simbol keyakinan Yahudi itu berakar terjauh dan terdalam dengan  keyakinan suku bangsa Lamaholot tentang  Surga Positivisme   dan Surga Empirisme, Trinitas Positivisme dan Trinitas Empirisme: LEWOTANAH.

Lewotanah=Surga, secara akademik dapat terpahami dalam surga positivisme dan surga empirisme.  Surga Positivisme  Yahudi (Matahari, Bulan, Bintang), dan Surga Empirisme Yahudi  Bait Allah (Inti, Tengah, Serambi) di kenal dalam ungkapan sabda=koda Lamaholot: Paken LEWOTANAH, maken-nen RERAWULAN noon TANAH EKAN! Namun orang-orang Barat lebih mengedepankan SURGA ATLANTIS yang POSITIVIS (RERAWULAN), artinya di tempat yang tinggi (abstrak). Sedangkan SURGA ATLANTIS yang EMPIRIS, yakni BUMI (TANAHEKAN), tempat nyata untuk berpijak  itu (ATLANTIS YANG HILANG) sengaja disembunyikan. Kemudian keberanian filosof Plato (427 – 347 SM) mengungkapkan surga empiris  yang hilang itu, namun akhirnya filsuf itu mengasingkan diri demi keamanan dirinya!

Baru belakangan Zaman Pertengahan Masehi Amerigo, Magelhaens, Marcopolo, Columbus mencari  Suga Yang Hilang itu! Berikut di awal abad ke 21 di temukan secara akademis oleh Arysio Santos seorang Geolog dan Fisikawan Nuklir asal Brasil dalam pembuktian Teori Atlantis melalui karyanya “ATLANTIS The Lost Continent Finally Found”, The Devinitive Localization  of  Plato’s  Lost  Civilization (2005) diIndonesiakan menambah subjudul: INDONESIA TERNYATA TEMPAT LAHIR PERADABAN DUNIA (2009).

Begitupun  Teori Sundaland dari seorang  ahli genetika dan struktur DNA manusia,  Oxford University, Inggris, Stephen Oppenheimer, menandaskan kembali  dalam diskusi bedah bukunya berjudul  “Eden in The East Tnh 1998”  (diIndonseiakan Thn 2010 oleh Penerbit Ufuk Press) ,  di  gedung LIPI, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Pusat,  28 Oktober 2010.  Mengungkapkan bahwa peradaban yang ada sesungguhnya berasal dari Timur, khususnya Asia Tenggara. Sejarah selama ini mencatat bahwa induk peradaban manusia modern itu berasal dari Mesir, Mediterania dan Mesopotamia. Tetapi, menurut dia, nenek moyang dari induk peradaban manusia modern berasal dari tanah Melayu yang sering disebut dengan Sundaland atau Indonesia.

Gagasan Trinitas  melalui pendekatan Positivisme (abstrak) Roh=tubenen. Jiwa=Mangen-nen, Kesadaran=E-on!  Dalam Trinitas Empirisme: ka-kon=badan/tubuh, Uma lango/Rumah=Jiwa, Tanah Ekan/Bumi dengan segala isinya= Roh!  Penempatan dalam kerangka akdemik Positivisme (yang abstrak) untuk dapat terpahami dalam kerangka akademik Empirisme (yang konkrit). Baik surga positivisme maupun surga empirisme tertemukan dan terjelaskan dalam pribadi, diri atadiken (manusia) lamaholot, (bandingkan Chris Boro Tokan tentang Abstraksi dan Penggambaran Kekerabatan Genealogis-Teritorial Manusia Adonara, dalam Ringkasan Disertasi PENYELESAIAN DELIK ADAT PEMBUNUHAN MELALUI MEKANISME PRANTA LOKAL ORANG LAMAHOLOT DI PULAU ADONARA, UI-Jakarta, Thn. 2003, Hal. 54-64).

Akhirnya perlu perenungan, penuket! Bukankah Manusia itu diciptakan ALLAH, TUHAN sesuai rupaNYA? Manusia=Tanah Ekan=Surga Empiris, sedangkan Allah/Tuhan=Rerawulan= Surga Positivis. Itulah SURGA=LEWOTANAH bagi Suku Bangsa Lamaholot di Nusa Tenggara Timur, Indonesia, Timur Terjauh Dunia, simbol Kepulauan Matahari  (Solor Purba: Nusa Tenggara-Maluku) yang terkaji  oleh  F.A.E. van Wouden dalam Sociale Structuurtypen in de Groote Oost, 1935, KITLV,  Leiden. Disebutkan oleh Filosof Plato sebagai sebuah Peradaban Tinggi Masyarakat Sipil yang menjadi Ibu Kandung Peradaban Dunia, dielaborasi oleh Arysio Santos sebagai SALIB ATLANTIS, sedangkan oleh Oppenheimer sebagai Taman Eden di Timur.(*/Chris Boro Tokan )

Related News

Post Comment

Tidak ada komentar:

Leave a Reply