Tikus Mohawk Berperilaku Mirip Penderita Autisme
Pemahaman yang lebih baik atas autisme didapatkan oleh peneliti dari NYU Langone medical Center, Amerika Serikat, dari seekor tikus dengan gaya bulu mohawk. Unik memang, tapi peneliti mengaku berkat tikus mohawk mereka telah mencapai perkembangan signifikan dalam mengatasi autisme.
Melansir Live Science, Senin 26 Mei 2014, peneliti mengungkapkan hubungan antara tikus dengan gaya rambut mohawk dengan penderita autisme, yakni perilaku gerakan berulang. Pada penderita autisme sering melakukan gerakan berulang tersebut.
"Studi kami memberitahu bahwa untuk merancang alat yang lebih baik mengobati penyakit seperti autisme, Anda harus mempelajari sampai akar genetiknya. Apakah itu perilaku tampilan berlebihan pada tikus atau perilaku motorik berulang pada manusia," jelas Gordon Fishell, peneliti studi yang merupakan ahli saraf di NYU Langone Medical Center dalam pernyataannya.
Dalam studi, peneliti mengembangbiakkan tikus yang kekurangan gen untuk protein atau disebut Cntnap4, yang ditemukan dalam sel otak interneuron.
Dijelaskan kekurangan protein jenis itu membuat potensi pelepasan molekul sinyal dua otak, atau dikenal sebagai dopamin dan GABA (gamma-aminobutyric acid). Untuk diketahui dopamin terkait dengan sensasi kesenangan sedangkan GABA menghambat aktivitas saraf dan pengaturan aktivitas otot. Peneliti menyebutkan kekurangan Cntnap4 bertanggungjawab atas munculnya perilaku dandan yang berlebihan.
Dalam uji coba ditemukan tikus yang kekurangan protein secara obsesif mendandani bulu sesama tikus ke gaya rambut mohawk. Peneliti berpendapat perilaku berulang-ulang pada tikus itu mirip dengan perilaku berulang pada penderita autis. Hal ini menunjukkan hubungan antara genetika, fungsi otak dan perilaku autis.
"Ada banyak kandidat gen yang berkontribusi untuk autisme, tapi studi hewan dan binatang untuk mengidentifikasi aksi mereka sejauh ini belum mengarah pada tiap terapi," imbuh Fishwell.
Ia menambahkan pembalikan efek penyakit dalam jalur sinyal seperti GABA dan dopamin merupakan opsi pengobatan yang potensial.
Peneliti NYU Langone tak puas dengan temuan itu saja, mereka mengaku dapat melanjutkan studi dan berharap mendapatkan wawasan yang lebih mendalam mekanisme sel yang mendasari autisme serta terapi yang paling pas untuk gangguan itu. (viva/rsn-onvsoff)
Post Comment
Tidak ada komentar: