Penelitian tentang mimpi sudah dilakukan oleh para ilmuwan sejak lebih dari 100 tahun yang lalu. Seperti apa hasilnya? Pada artikel sebelumnya sudah dijelaskan sebagian teori ilmiah tentang mimpi. Berikut ini adalah beberapa teori lain tentang mimpi.
Teori Mimpi Tarnow - Perangsang Ingatan Jangka Panjang
Eugen Tarnow berpendapat bahwa mimpi adalah perangsangan pada ingatan jangka panjang yang selalu ada, bahkan pada saat sadar. Keanehan mimpi karena format ingatan jangka panjang, berdasarkan penemuan Penfield & Rasmussen bahwa rangsangan listrik pada korteks membangkitkan pengalaman yang sama dengan mimpi. Pada saat sadar, fungsi eksekutif menafsirkan ingatan jangka panjang konsisten dengan pemeriksaan realitas. Teori Tarnow adalah pengerjaan ulang teori mimpi Freud dimana ketidaksadaran Freud digantikan dengan sistem ingatan jangka panjang dan “Pekerjaan Mimpi” Freud menjelaskan struktur ingatan jangka panjang (Tarnow, 2003).
Teori Mimpi Payne & Nadel - Memperkuat Ingatan
Studi tahun 2001 menunjukkan bukti bahwa lokasi ilogis, karakter dan aliran mimpi dapat membantu otak memperkuat keterhubungan dan keselarasan ingatan semantik. Kondisi ini dapat terjadi karena, saat tidur REM, aliran informasi antara hippocampus dan neokorteks berkurang (Stickgold et al, 2001). Meningkatnya level hormon stress kortisol cukup lama setelah tidur (sering saat tidur REM) menyebabkan menurunnya komunikasi ini. Satu tahap konsolidasi ingatan adalah pengkaitan ingatan yang jauh tapi berhubungan. Payne dan Nadal berhipotesis kalau ingatan ini kemudian di konsolidasikan menjadi sebuah narasi yang halus, sama dengan proses yang terjadi saat ingatan diciptakan waktu stress (Payne dan Nadel, 2004).
Teori Mimpi Robert - Membuang Sampah
Robert (1886), seorang ahli fisiologi dari Hamburg, adalah yang pertama kali berpendapat bahwa mimpi adalah sebuah kebutuhan dan bahwa ia memiliki fungsi untuk menghapus (a) kesan inderawi yang tidak sepenuhnya bekerja dan (b) gagasan yang tidak sepenuhnya berkembang sepanjang hari. Lewat mimpi, material yang tidak lengkap akan dibuang atau diperdalam dan dimasukkan kedalam ingatan. Gagasan Robert dikutip berulang kali oleh Freud dalam karyanya Traumdeutung. Hughlings Jackson (1911) memandang kalau mimpi bertindak untuk menyapu ingatan dan koneksi yang tidak perlu sepanjang hari. Hal ini direvisi tahun 1983 oleh teori ‘belajar mundur’ Crick dan Mitchison, yang menyatakan bahwa mimpi seperti operasi membersihkan komputer saat mereka offline, menghilangkan noda parasit dan “sampah” lainnya dari pikiran saat tidur (Evans dan Newman, 1964; Crick dan Mitchison, 1983). Walau begitu, pandangan berlawanan bahwa mimpi memiliki sebuah fungsi konsolidasi ingatan dan penanganan informasi (Hennevin dan Leconte, 1971) juga umum diterima. Mimpi adalah hasil dari penembakan spontan dari pola syaraf saat otak melakukan konsolidasi ingatan saat tidur.
Teori Mimpi Coutts - Menguji & Memilih Skema Mental
Coutts (2008) berhipotesis kalau mimpi memodifikasi dan menguji skema mental saat tidur dalam sebuah proses yang ia namakan seleksi emosional, dan bahwa hanya modifikasi skema yang tampak adaptif secara emosional saat uji mimpi dipilih untuk retensi, sementara yang tampaknya maladaptif ditinggalkan atau dimodifikasi lebih jauh dan diuji. Alfred Adler berpendapat bahwa mimpi sering merupakan persiapan emosional untuk memecahkan masalah, membersihkan individu dari akal sehat menuju logika pribadi. Perasaan mimpi residual dapat memperkuat ataupun menginhibasi tindakan yang di kontemplasikan.
Teori Psikologi Evolusi Tentang Mimpi
Psikolog evolusioner percaya kalau mimpi merupakan semacam fungsi adaptif untuk bertahan hidup. Deirdre Barrett berpendapat kalau mimpi hanyalah “berpikir dalam kondisi biokimia yang berbeda” dan percaya kalau orang terus bekerja pada semua masalah yang sama – pribadi dan objektif – dalam keadaan tersebut.” (Barret, 2007). Penelitiannya menemukan kalau apapun – matematika, komposisi musik, masalah bisnis – dapat diselesaikan lewat mimpi, namun dua daerah yang khususnya membantu adalah 1) apapun yang mengandung visualisasi yang jelas dalam solusinya, apakah itu masalah desain seni atau penemuan teknologi 3 dimensi dan 2) masalah dimana solusinya berada dalam “berpikir di luar kotak” – yaitu orang tersebut terjebak karena kesepakatan umum dalam mendekati masalah tersebut salah (Barret, 2001; 1993). Dalam teori terkait, yang di istilahkan oleh Mark Blechner dengan “Darwinisme Oneirik,” mimpi dilihat sebagai penciptaan gagasan baru lewat pembuatan mutasi pemikiran secara acak. Sebagiannya ditolak oleh pikiran karena tidak berguna, sementara yang lain dilihat berguna dan dipertahankan (Blechner, 2001). Psikolog Finlandia Antti Revonsuo berpendapat bahwa mimpi telah ber evolusi sebagai “simulasi ancaman” secara eksklusif.
Teori Psikosomatik Tsai
Mimpi adalah hasil dari “imajinasi terdisosiasi”, yang terdisosiasi dari diri yang sadar dan menarik material dari ingatan inderawi untuk simulasi, dengan umpan balik inderawi dihasilkan dalam halusinasi. Dengan mensimulasi sinyal inderawi untuk mengendalikan syaraf otonom, mimpi dapat mempengaruhi interaksi pikiran – tubuh. Dalam otak dan tulang belakang, “syaraf penyembuh” otonom, yang dapat memperluas pembuluh darah, berhubungan dengan syaraf rasa sakit dan tekanan. Syaraf ini terkelompok menjadi banyak rantai yang disebut meridian dalam pengobatan china. Saat bermimpi, tubuh juga menggunakan meridian reaksi berantai untuk memperbaiki tubuh dan membantunya tumbuh dan berkembang dengan mengirimkan sinyal kompresi – gerakan sangat intensif saat tingkat enzim pertumbuhan bertambah (Tsai, 1995). (faktailmiah/rsn-onvsoff)
Post Comment
Tidak ada komentar: